TEMPO.CO, Jakarta - Perum Damri angkat suara ihwal tudingan perusahaan menelantarkan sejumlah tenaga kerja dengan tidak membayar upah selama 5-8 bulan. Corporate Secretary Perum Damri Sidik Pramono mengatakan kondisi keuangan perusahaan sedang tidak baik sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020.
Kondisi tersebut diperparah dengan berkurangnya mobilitas masyarakat sehingga terjadi penurunan aktivitas transportasi massal. "Untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir perusahaan mencatat kerugian. Kondisi tersebut memaksa direksi untuk melakukan berbagai hal, termasuk memutuskan adanya penangguhan/penundaan pembayaran sebagian upah bagi karyawan perusahaan, termasuk direksi," katanya, Kamis, 17 Juni 2021.
Kendati demikian, Sidik menegaskan bahwa hal tersebut bersifat penundaan sehingga dicatat sebagai utang perusahaan. Jika pada saatnya nanti kondisi membaik, kewajiban perusahaan tentu akan dipenuhi.
Dia menyatakan telah membicarakan kondisi tersebut kepada serikat pekerja. "Tidak benar jika dinyatakan para pekerja kesulitan mengadakan perundingan bipartit dengan manajemen, terlebih jika itu dinyatakan karena ketua serikat pekerja dimutasikan ke Papua."
DAMRI sebelumnya diduga mengabaikan buruh alih daya dan pekerja tetapnya selama pandemi Covid-19. Sejumlah tenaga kerja melaporkan tidak menerima pembayaran upah selama 5 bulan sampai dengan 8 bulan.
“Barangkali Menteri BUMN tidak tahu ada pengabaian hak-hak pekerja baik di pusat maupun daerah, Damri tidak membayarkan upah 5-8 bulan. Bisa jadi ini akal-akalan direksi yang tidak diketahui pemerintah,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara, Digital, dan Transportasi Iswan Abdullah dalam konferensi pers, Rabu, 16 Juni 2021.
Dia menyebut mayoritas pekerja yang tidak menerima upah merupakan sopir. Tak hanya itu, DAMRI dituding membayar upah bagi pegawainya di bawah batas minimum akibat adanya pemotongan gaji sejak pandemi.