TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menceritakan alasannya tak menutup pasar selama pandemi Covid-19. Penutupan aktivitas pasar dikhawatirkan bakal membawa dampak besar bagi perekonomian.
“Antara protokol dan pertumbuhan (ekonomi) harus berjalan. Kalau protokol ketat, ekonomi rontok. Jadi ada mitigasi-mitigasi yang diharapkan lebih presisi. Kami ambil risiko, untuk pasar pengelolaannya tidak mudah, tapi kami tidak mungkin tutup (pasar),” ujar Ganjar dalam webinar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kamis, 17 Juni 2021.
Baca Juga:
Menurut dia, pemerintah daerah harus tetap memikirkan strategi pemulihan ekonomi di tengah penanganan wabah dari sisi kesehatan yang terus berjalan. Ia pun mengingat masa-masa awal gelombang virus corona meningkat di Indonesia.
Pada Mei 2020, Ganjar bercerita Pemerintah Jawa Tengah tidak mengambil opsi lockdown seperti yang dilakukan oleh banyak kota di berbagai negara. Musababnya, secara hitung-hitungan Jawa Tengah tidak mampu menanggung dampak yang terjadi bila kebijakan itu diambil.
“Kami hitung semuanya. Maka saya enggak akan lakukan PSBB dan lockdown,” ujar Ganjar. Adapun pengetatan daerah dilakukan sebatas level RT, RW, atau kelurahan yang termasuk zona merah berdasarkan pertimbangan epidemologisnya. Dengan demikian, aktivitas perekonomian di daerah yang tidak tergolong zona merah tetap berjalan.
Pandemi Covid-19, tutur Ganjar, diakui sangat memukul perekonomian Jawa Tengah. Sejak 2020, tercatat ada 440 perusahaan garmen dan tesktil di daerahnya terdampak serius. Sebanyak 65,8 ribu pekerja pun menerima imbas dari pelemahan kegiatan ekonomi.