TEMPO.CO, Jakarta - Nasabah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI kantor cabang Peti Kemas Pelabuhan Makasar bernama Hendrik masih sangat syok. Ia terkejut ketika pada akhir Maret 2021 lalu mengetahui tak bisa mencairkan dana deposito yang ditabungnya selama tiga tahun terakhir.
Apalagi uang sebesar Rp 20,1 miliar yang disimpan itu sangat dibutuhkan untuk membiayai pengobatan ayahnya, Heng Pao Tek, yang tengah sakit keras. "Ayah saya memerlukan biaya yang begitu banyak untuk berobat," kata Hendrik dalam keterangan tertulis, Rabu, 16 Juni 2021.
Hendrik dan Heng Pao Tek yang menjadi nasabah BNI sejak 4 Desember 2018 dan 23 Desember 2019 itu pertama kali menyetorkan dana sebesar Rp 10,6 miliar dan Rp 9,5 miliar. Setoran dana dilakukan lewat cara transfer dari Bank Maspion dengan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).
"Uang saya dan uang ayah saya sebelum didepositokan, terlebih dahulu ditabung seperti biasa. Uang tersebut sudah masuk ke BNI," ucap Hendrik.
Ia juga tak habis pikir dengan alasan BNI tak mencairkan tabungan tersebut karena bilyet deposito miliknya dan ayahnya dinyatakan palsu. Padahal, bilyet deposito diterbitkan oleh bank yang sama.
"Saya dan ayah saya serta seluruh keluarga sampai tak menyangka yang saya bisa hilang begitu saja," kata Hendrik.
Setelah pada 23 Maret 2021 tak bisa mencairkan deposito milik ayahnya, Hendrik langsung mengecek keaslian 3 bilyet deposito miliknya. Ternyata, bilyet milik Hendrik juga palsu. "Setelah mengecek semua bilyet dan diketahui palsu, saya dan seluruh keluarga sangat stres, tidak menyangka uang kami yang ada di Bank BNI lenyap begitu saja," tuturnya.