TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra memastikan maskapainya belum akan menutup rute internasional saat ini meski perusahaan mengalami kesulitan likuiditas. Efisiensi dilakukan sebatas mengurangi frekuensi untuk rute-rute tertentu.
“Dikurangi frekuensinya saja,” kata Irfan kepada Tempo, Selasa, 15 Juni 2021.
Irfan belum memutuskan rute-rute mana saja yang akan terdampak pengurangan jadwal. Manajemen saat ini masih terus melakukan kajian ulang untuk memetakan rute yang memungkinkan untuk dipangkas jumlah penerbangannya.
“Masih di-review,” ujar Irfan.
Garuda Indonesia pernah melakukan penutupan rute internasional pada Januari 2020. Manajemen menon-aktifkan penerbangan ke London dan Nagoya kala itu. Penutupan rute ini berdasarkan evaluasi dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
“Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir) sudah bicara itu dari pertama kali ketika mengajak saya (menjadi Direktur Utama Garuda). Saya janji waktu itu kepada beliau, saya akan review (rute luar negeri). Review itu sudah saya lakukan pada minggu pertama (menjabat),” kata Irfan Setiaputra.
Menurut Irfan, Erick meminta perusahaan berfokus melayani penerbangan domestik. Sebab menurut laporan Kementerian BUMN, pada 2019 atau sebelum pandemi Covid-19, 78 persen penumpang Garuda Indonesia adalah penumpang domestik. Sedangkan jumlah penumpang rute internasional hanya 22 persen.
Di sisi lain, ia menyebut perusahaan tidak dapat tiba-tiba menutup penerbangan luar negeri lantaran ada warga negara Indonesia yang perlu dilayani. “Pesawat itu kan dibutuhkan orang untuk pulang-pergi. Penting bagi kami sebagai national flight carrier dan mandat kami memastikan orang bisa pulang dan pergi,” ujar Irfan seperti dalam wawancara dengan Tempo, 4 Juni lalu.
Garuda kini tengah terbang dengan beban berat. Dari 142 unit maskapai yang dimiliki, Garuda hanya menerbangkan 53 unit pesawatnya. Dalam laporan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, manajemen melaporkan penggunaan pesawat selama masa pandemi disesuaikan dengan kondisi pasar dan permintaan terhadap layanan penerbangan.
Jumlah pesawat yang dioperasikan disesuaikan pula dengan kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat. Selain itu, penggunaan armada pesawat dalam penerbangan selama masa pandemi turut memperhatikan tingkat isian dari angkutan kargo.
Emiten berkode GIAA tersebut memerinci, dari total 142 unit pesawatnya, sebanyak 53 unit telah dioperasikan dan 39 unit dalam proses perawatan (maintenance). Sebagian besar pesawat yang dioperasikan atau 136 unit merupakan hasil sewa dari lessor.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS
Baca Juga: Eks Dirut Garuda Dihukum Satu Tahun Percobaan Kasus Penyelundupan Moge Harley