TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan atau Pustek Universitas Gadjah Mada, Catur Sugiyanto mengkritik keras rencana pemerintah untuk memungut pajak sembako. Menurut dia, sembako jangan dipajaki sampai kapanpun. Catur menduga ada kondisi genting dalam pengelolaan APBN di balik rencana pajak sembako itu.
Catur, yang merupakan guru besar FEB UGM dan konsem pada ekonomi pertanian, menolak rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR memberlakukan pajak terhadap barang kebutuhan pokok, sebab pajak tersebut dinilai semakin memberatkan masyarakat yang saat ini sudah terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Sebaiknya sembako tidak diberi PPN sampai kapan pun, carilah sumber pajak yang lain,” kata Catur seperti dikutip Tempo dari laman UGM, Selasa 15 Juni 2021.
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Rencana itu tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Bila sebelumnya barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk objek yang tidak dikenakan PPN. Namun, pada draf revisi aturan baru tersebut sembako tak lagi dimasukan ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Padahal, menurut Catur, sebenarnya di negara maju sekalipun tidak pernah menerapkan aturan pemberlakukan pajak pada bahan pokok karena dianggap itu menjadi kebutuhan dasar bagi orang untuk memenuhi sumber pangan.
“Negara maju tidak memberlakukan seperti itu,” ujarnya.
Menurut Catur, tidak baik dan kurang pas jika pemerintah menerapkan aturan pajak sembako. Dikarenakan, selain menjadi kebutuhan dasar agar tetap bisa hidup meski dalam kondisi terbatas, pemberlakuan pajak pada situasi pandemi justru semakin menyengsarakan rakyat miskin.
“Kita itu hidup dari sembako jika dipajaki itu rasanya kurang pas,” katanya
Selain menolak PPN sembako, ia juga meminta pemerintah untuk terbuka dan transparan menyampaikan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN sekarang ini, dan menarik gagasan dikenakannya pajak pada barang sembako.
Menurutnya, rencana kebijakan menarik pajak dari sembako mengindikasikan bahwa APBN di Indonesia dalam keadaan genting, sehingga perlu diselamatkan. Padahal kondisi tersebut perlu disampaikan secara terbuka.
Catur menyampaikan, memberlakukan pajak sembako sangatlah tidak tepat, meskipun pajak merupakan bentuk sumbangsih warga untuk negara. Seharusnya pemerintah mencari alternatif sumber pendapatan lain dan melakukan penghematan secara besar-besaran serta memperkuat pengawasan.
“Governance, keterbukaan, pengawasan harus ditingkatkan agar tidak banyak uang negara yang dikorupsi,” ujarnya.
WILDA HASANAH
Baca juga: Sri Mulyani Tegaskan Pajak Sembako Tak Dikenakan di Pasar Tradisional