TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan atau PPN Pendidikan tidak akan membebani warga masyarakat golongan menengah ke bawah, terutama di tengah kondisi sulit seperti sekarang. Sebab, dalam pelaksanaannya nanti, pungutan PPN Pendidikan hanya dikenakan pada jasa pendidikan yang sifatnya komersial.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menyebutkan, pemerintah tak mungkin memberi beban lebih kepada masyarakat golongan menengah ke bawah, apalagi di kondisi seperti sekarang.
Komitmen itu pula yang terlihat dari upaya pemerintah dalam mengalokasikan 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khusus untuk bidang pendidikan. “Ini bukan pendidikan seperti yang disampaikan selama ini, misalnya, wah ini bisa putus sekolah. Tentu bukan pendidikan seperti itu,” katanya, Senin, 14 Juni 2021. "Ini pendidikan yang dikonsumsi masyarakat dengan daya beli jauh berbeda sesuai ability to pay."
Neilmaldrin menjelaskan, yang dimaksud jasa pendidikan memiliki rentang sangat luas. "Dan yang dikenakan PPN tentunya yang mengutip iuran dalam jumlah batasan tertentu yang nanti harusnya dia dikenakan PPN,” katanya.
Pemerintah, kata Neilmaldrin, pada dasarnya ingin masyarakat berpenghasilan tinggi atau golongan atas dapat memberikan kontribusi pajak lebih besar daripada masyarakat menengah ke bawah. “Pengaturan seperti ini yang ingin kita coba agar pemajakan ini jadi lebih efisien, lebih baik lagi,” ucapnya.
Tapi dalam kesempatan ini, Neilmaldrin mengaku belum dapat menjelaskan secara detail mengenai tarif PPN tersebut mengingat Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) masih perlu dibahas bersama DPR.