TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian kembali mengeluarkan kebijakan pemusnahan telur tertunas (hatching eggs) ayam pedaging . Hal ini dilakukan demi mencegah terjadinya kelebihan pasokan yang memicu anjloknya harga di tingkat petani.
Surat Edaran (SE) Perbibitan dan Produksi Ternak yang diterbitkan tanggal 3 Juni 2021 mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32/Permentan/PK.230/09/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. “Surat edaran ini diterbitkan untuk mengatur keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan DOC FS (day old chicken final stock) ayam ras pedaging,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah, Minggu, 13 Juni 2021.
Nasrullah menilai bahwa surat edaran ini akan berjalan positif demi mencapai stabilisasi pasokan unggas. Dia mengatakan potensi produksi bibit ayam atau DOC FS setidaknya mencapai 278,24 juta ekor, sedangkan kebutuhan DOC FS pada Mei dan Juni hanya berada di angka 225,99 juta ekor sehingga surplus berada di angka 52,5 juta ekor.
Produksi bibit ayam pada dua bulan tersebut setidaknya setara dengan pasokan ayam siap potong sebanyak 306.803 ton. Pada saat yang sama, kebutuhan diperkirakan hanya berjumlah 249.185 ton sehingga surplus mencapai 57.618 ton.
Untuk mencapai keseimbangan, pengurangan bibit ayam akan dilakukan lewat pemusnahan telur tertunas usia 19 hari pada Juni sebanyak 50,51 juta butir atau setara dengan 47,03 juta ekor. Kebijakan pemusnahan berlaku mulai 5 Juni sampai 3 Juli 2021 di Pulau Jawa, Sumatra, dan Bali.
“Pelaksanaan cutting HE (hatching eggs) fertil pada minggu pertama sampai kedua masing-masing akan dilakukan sebesar 30 persen dan minggu kedua sampai keempat masing-masing sebesar 20 persen,” katanya.
Upaya untuk mengatur dan mengendalikan produksi bibit ayam juga dilakukan melalui afkir dini parent stock (PS) yang berusia di atas 58 minggu dan maksimal dipelihara sampai umur 62 minggu. Setiap perusahaan pembibit wajib melakukan afkir dini PS berlaku untuk seluruh wilayah Pulau Jawa, Sumatra dan Bali mulai dari tanggal 5 Juni sampai 31 Desember 2021.
"Pengawasan cutting HE fertil dan afkir dini PS ini dilakukan oleh Tim Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, UPT Lingkup Ditjen PKH seluruh Indonesia, organisasi perangkat daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait, Satgas Pangan Polri, asosiasi perunggasan dan cross monitoring antar-perusahaan pembibit," ujarnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi mengharapkan agar aksi pengurangan populasi pada ayam potong ini diikuti dengan pengawasan yang ketat sehingga peternak dan konsumen dapat merasakan manfaatnya. Terlebih, pemangkasan populasi ini kerap diikuti dengan naiknya DOC sehingga menambah biaya produksi peternak.
“Yang kerap jadi masalah, saat SE ini berjalan justru harga DOC kembali bergerak naik. Awalnya memang sempat tinggi mencapai Rp8.000 per ekor dan turun menjadi Rp 4.500 sampai Rp 6.000 per ekor. Namun, harga sudah mulai bergerak ke atas Rp 6.000 per ekor lagi,” kata Sugeng, Minggu, 13 Juni 2021.
Dia mengharapkan supaya pengurangan populasi ini diikuti dengan harga bahan baku yang wajar sehingga biaya pokok produksi tidak ikut membengkak. Dengan demikian, peternak dan konsumen bisa menikmati harga yang sesuai dengan ketentuan. “Mestinya kalau dikerjakan dengan pengawasan, semua pelaku akan mendapatkan insentif. Ini harus diawasi benar,” kata dia.