TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP belum mengeluarkan rekomendasi kepada PT Tambang Mas Sangihe (TMS) untuk kegiatan pertambangan emas dan mineral lainnya di pesisir Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Selain mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), PT TMS perlu memperoleh rekomendasi dari KKP karena kegiatan pengusaan lahan tambang perusahaan tersebut dilakukan di kawasan pulau-pulau kecil.
Ketentuan ini merujuk pada Pasal 26A Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pasal tersebut berbunyi pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya untuk penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri KKP.
“Kalau KKP sudah kasih rekomendasi, lalu masih dibutuhkan perizinan dari Kemenerian ATR (Agraria dan Tata Ruang). Kalau bukan di pulau kecil, (rekomendasi) bisa langsung ke ATR. Dari sinilah lalu diperlukan izin usaha di Kementerian ESDM,” ujar Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi, saat dihubungi pada Sabtu, 12 Juni 2021.
Dalam proses pemberian rekomendasi termasuk untuk PT Tambang Mas Sangihe, KKP akan menerjunkan tim ke wilayah yang akan menjadi zona pemanfaatan. Tim bakal mengecek kesesuaian kondisi dan kesesuaian lahan sebelum memberikan rekomendasi hijau yang berarti perusahaan bisa melanjutkan kegiatan pemanfaatan pesisir atau merah yang berarti menolak. “Meski rekomendasi sifatnya mengikat,” ujar Wahyu.
KKP, tutur Wahyu, telah mendengar adanya penolakan kegiatan pertambangan PT Tambang Mas Sangihe, oleh masyarakat. Masyarakat mendesak pemerintah mencabut IUP kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta membatalkan izin lingkungan yang dikeluarkan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Utara.
Wahyu menyarankan warga meminta audiensi dengan Kementerian ESDM serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Karena izin dikeluarkan dari ESDM dan Amdal dari KLHK,” tutur Wahyu.