Soal pajak pertambahan nilai akan termuat dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Menurut dia, sampai saat ini rencana RUU KUP itu belum dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR.
Sehingga, dari sisi etika politik, Sri Mulyani merasa belum bisa menjelaskan kepada publik sebelum dibahas dengan DPR. "Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui Surat Presiden dan oleh karena itu situasinya menjadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga," ujar dia.
Sri Mulyani mengatakan situasi itu membuat pemerintah dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur perpajakan yang direncanakan. Lantaran belum dijelaskan secara keseluruhan, ia mengatakan informasi yang keluar pun hanya sepotong-sepotong. "Yang kemudian di-blow up seolah olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini."
Sebelumnya, anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Andreas Eddy Susetyo meminta Sri Mulyani mengklarifikasi rencana pemerintah mengenakan PPN pada sembako. Pasalnya, ia mengaku mendapat banyak pertanyaan dari konstituennya mengenai rencana kebijakan pemerintah tersebut.
Untuk itu, Andreas meminta pemerintah mengklarifikasi mengenai rencana tersebut. Ia pun mengingatkan bahwa rencana perpajakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memerlukan komunikasi publik yang baik.
"Saya menangkap denyutnya ini konotasinya sudah banyak negatifnya, ini yang perlu klarifikasinya, untuk saya sampaikan. Saya akan turun ke dapil untuk menenangkan mereka" ujar Andreas ke Sri Mulyani. "Bahwa dalam situasi seperti ini kok pemerintah melakukan hal yang tidak justru memberikan kenyamanan bagi mereka dalam mendukung pertumbuhan ekonomi."
Baca: Diberondong Pertanyaan Soal PPN Sembako, Sri Mulyani: Situasi jadi Agak Kikuk