TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 30 Gigawatt (GW) atau 75 persen pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akan dikelola secara digital. Upaya ini bakal meningkatkan faktor kesiapan (Equivalent Availability Factor) sekaligus menurunkan tingkat pemadaman (Equivalent Forced Outage Rate).
"Percepatan digitalisasi pembangkit ini telah dimulai PLN sejak tahun lalu, sebagai upaya meningkatkan keandalan, efisiensi, dan daya saing pembangkit PLN Group,” kata Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 6 Juni 2021.
Efisiensi terjadi pada generator dan konsumsi bahan bakarnya (Nett Plant Heat rate). Lalu, peningkatan keandalan akan berpengaruh pada peningkatan kualitas layanan kelistrikan kepada para pelanggan PLN.
Sebelumnya, PLN telah menetapkan empat arah perubahan yaitu Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused. Di dalamnya ada 24 terobosan. Salah satunya yaitu digital power plant tersebut, yang sedang di percepat di masa pandemi Covid-19 saat ini.
PLN menyebut transformasi ini berkontribusi pada laba bersih mereka sepanjang 2020 lalu yang mencapai Rp 5,95 persen. Angka ini naik 39,3 persen dari 20219.
Baca Juga:
Direktur Bisnis Regional Sumatera-Kalimantan PLN, Wiluyo Kurdwiharto, mengatakan saat ini digitalisasi sudah berjalan di 53 unit pembangkit listrik. “Jumlah pembangkit terdigitalisasi terus bertambah," kata dia.
Puluhan pembangkit ini dijalankan anak perusahaan PLN. Sebanyak 29 unit oleh PT Indonesia Power (PT IP) dan 24 unit pembangkit oleh PT Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB). "Tersebar di segenap penjuru Nusantara mulai dari Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara,” kata Waluyo.
FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: PLN Tambah Pasokan Listrik 171 Megawatt untuk Infrastruktur Jakarta