TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tak akan lagi mempertanyakan niat baik atau tidak dalam menagih dana piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI sebesar Rp 110,454 triliun.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melakukan penagihan melalui mekanisme piutang negara alias perdata. "Oleh karena itu, karena waktunya sudah sangat panjang, yaitu seudah lebih dari 20 tahun, tentu kami tidak lagi pertanyakan niat baik atau tidak, tinggal mau bayar atau tidak," ujar dia dalam konferensi pers, Jumat, 4 Juni 2021.
Menurut Sri Mulyani, penagihan itu akan menggunakan seluruh instrumen yang ada di Indonesia. Ia pun menggandeng berbagai instansi, mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM, hingga Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Ia mengatakan berbagai instrumen dari lembaga-lembaga tersebut dapat dimaksimalkan dalam melakukan pelacakan data hingga melakukan identifikasi obligasi atau kewajiban dari obligor dan debitur BLBI.
"Semuanya punya peranan dan kewenangan yang semuanya bisa membantu pelaksanaan tugas Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2020 dan kami harap tentu masa tugas tiga tahun bisa dilaksanakan dengan kerja sama yang erat," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan hak tagih negara tersebut berasal dari krisis perbankan tahun 1997-1998. Kala itu, negara melakukan bail-out dengan cara bank sentral menggelontorkan dana ke perbankan yang mengalami kesulitan. Hingga saat ini, pemerintah masih harus membayar biaya dari BLBI tersebut.