TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Alumni ITB (Institut Teknologi Bandung) sedang menyiapkan sejumlah program untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk UMKM di tanah air. Salah satu tujuannya yaitu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor.
"Saat ini kita sangat tergantung produk impor, padahal banyak yang bisa disubstitusi kalau mau melakukannya," kata Ketua Ikatan Alumni ITB Gembong Primadjaja saat berkunjung ke Kantor Tempo di Jakarta, Rabu, 2 Juni 2021.
Gembong, alumni Teknik Mesin 1986, sebelumnya resmi terpilih memimpin IA-ITB periode 2021-2025 per 18 April 2021. Gembong menggantikan ketua sebelumnya yaitu Ridwan Djamaluddin yang terakhir menjabat sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM.
Beberapa program ini disiapkan berdasarkan temuan yang diamati di lapangan. Di Jawa Tengah, Gembong melihat para nelayan hanya menjual ikan dengan ukuran tertentu. Sementara, sisa tangkapan ikan yang tak terjual hanya menjadi limbah begitu saja.
Padahal, kata dia, sisa tangkapan ikan tersebut bisa diolah menjadi tepung ikan dengan mesin pengolahan sederhana untuk bahan pakan ternak. "Sampai hari ini, kita masih impor tepung ikan dalam jumlah besar," kata dia.
Di Bali, petani anggur belum banyak memanfaatkan biji dari buah yang mereka produksi. Padahal apabila diekstrak dengan mesin sederhana, maka bisa jadi bahan untuk obat kulit. "Itu kita juga impor," kata dia. Kondisi serupa terjadi pada komoditas lain seperti jeruk, jambu, hingga manggis.
Di sisi lain, Indonesia saat ini juga ketergantungan dengan mesin-mesin pengolah tersebut. Bahkan dari data kementerian Perindustrian, kata Gembong, nilai transaksi atas impor mesin-mesin pengolahan bisa mencapai 10 kali impor kendaraan. Contoh sederhana, kata dia, mesin pengolah kelapa. "Kalau buka google, itu dapat di Glodok (Jakarta), buatan Cina," ujarnya.
Padahal, biaya pembuatan mesin tersebut cukup murah dan bisa diproduksi sendiri di tanah air. Untuk itulah, ada beberapa program yang sudah berjalan dan akan terus dikembangkan dalam beberapa waktu ke depan.
Pertama, ada Alumni Finance Alumni. Ini menjadi platform pendanaan untuk bisnis dari alumni ITB. Rencananya, Gembong dan tim akan menyiapkan pendanaan hingga Rp 100 miliar. Baik untuk startup, UMKM, pembiayaan proyek, hingga sertifikasi. Informasi lebih lanjut bisa diakses di laman alumnifinancealumni.com.
Kedua, Gembong dan tim juga terus melanjutkan pengembangan Indonesianisme yang sudah berjalan sejak 2017. Ini semacam etalase bagi produk-produk mesin dan teknologi yang dihasilkan alumni ITB, untuk diperkenalkan ke publik.
Indonesianisme yang dulu hanya berbentuk pertemuan dan pameran fisik, kini sudah tersedia dalam bentuk platform digital di laman indonesianisme.com.
Ketiga yaitu Connecting the Dots. Ini adalah program untuk memghubungi produk karya alumni ITB tersebut dengan sektor industri. Selain itu, program ini disiapkan pula sebagai platform untuk menghubungkan para alumni ITB dari berbagai lintas generasi.