TEMPO.CO, Jakarta -Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas terbesar dibandingkan negara-negara di kawasan dengan total Rp 781,29 triliun atau 5,06 persen Produk Domestik Bruto (PDB) untuk membantu ketersediaan dana di pasar keuangan guna memulihkan perekonomian nasional. Gelontoran stimulus itu dilakukan sejak 2020 atau saat pandemi Covid-19 global merebak hingga saat ini.
“Jadi cukup besar dalam rasio terhadap PDB untuk yang quantitative easing saja dari bank sentral itu sebesar 5,06 persen PDB. Di regional kita termasuk yang tertinggi dalam injeksi likuiditas,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam diskusi virtual “Meningkatkan Efektivitas Pemulihan Ekonomi Nasional” di Jakarta, Kamis, 3 Juni 2021.
Injeksi likuiditas tersebut di antaranya dilakukan melalui operasi moneter dengan perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement/repo) antara perbankan dan bank sentral. BI ingin memastikan kondisi likuiditas longgar di perbankan agar fungsi intermediasi ke perekonomian berjalan lancar.
Selain pelonggaran likuiditas, kata Dody, BI juga mengupayakan kebijakan penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan sejak 2020.
Total, suku bunga kebijakan BI-7 Day Reverse Repo Rate telah dipangkas enam kali menjadi 3,5 persen. Level tersebut merupakan terendah dalam sejarah.
“Itu kebijakan longgar yang telah kita lakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Inflasi tetap terjaga, sehingga kita tidak merasa pelonggaran kebijakan moneter ini mengganggu inflasi,” ujar dia.