TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi akan mengalihkan pengelolaan pelabuhan-pelabuhan besar, termasuk yang ada di Papua, kepada perusahaan swasta. Langkah ini diambil untuk memaksimalkan pendapatan negara bukan pajak atau PNBP serta meringankan beban APBN.
“Jadi banyak lagi pelabuhan-pelabuhan, seperti yang di Papua, kami akan berikan ke swasta supaya dananya tidak membebani pemerintah dan kita bisa bangun (pelabuhan) di tempat lain,” ujar Budi Karya dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juni 2021.
Budi Karya mengatakan pemerintah telah menjalin kerja sama dengan swasta untuk pengelolaan pelabuhan di lima tempat di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat sebelumnya. Ia memungkinkan ke depan ada sepuluh pelabuhan lagi yang akan diberikan kepada swasta, termasuk BUMN seperti PT Pelindo.
Kerja sama itu tak hanya dilakukan dari sisi pengelolaan, tapi juga pembangunan pelabuhan-pelabuhan baru. Ia mencontohkan Pelabuhan Tanjung Carat dan Ambon di Sulawesi Selatan.
Kementerian Perhubungan menetapkan skema perjanjian berupa kerja sama pemerintah dengan badan usah atau KPBU untuk proyek tersebut. Menurut Budi Karya, perusahaan swasta berencana menggelontorkan investasi senilai Rp 2-3 triliun.
Begitu juga di Pelabuhan Gorontalo dan Garonggong. Ia mengatakan ada dana swasta masuk sebesar Rp 2 triliun. Total dalam dua tahun, Budi Karya memperkirakan investasi di sektor pelabuhan akan mencapai Rp 7 triliun.
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan juga mendapat komitmen alokasi dana dari Bank Dunia, Asian Development Bank, dan lembaga internasional lain senilai Rp 10-20 triliun untuk memenuhi kebutuhan proyek pembangunan pelabuhan. Komitmen berlangsung selama tiga tahun mendatang.
Skema kerja dengan swasta dilakukan untuk mendanai proyek pengembangan atau pembangunan infrastruktur yang ditargetkan selesai pada 2024. Di tengah pandemi Covid-19, tidak semua proyek bisa didanai dengan APBN karena negara memfokuskan anggarannya untuk penanganan wabah.
Pemerintah harus menyesuaikan komposisi pagu APBN dengan tengah kebutuhan yang semakin besar serta pendapatan yang berkurang karena relaksasi pajak. Menurut paparan Budi Karya, pagu indikatif Kementerian Perhubungan pun turun sebesar 20,35 persen pada 2022 menjadi Rp 32,9 triliun. Pada 2021, Kementerian Keuangan memberikan pagu indikatif lebih besar kepada Kemenhub, yakni Rp 41,3 triliun.
“Ruang fiskal pagu indikatif turun, terdapat gap sebesar Rp 8,4 triliun,” ujar Budi Karya.
Baca Juga: Budi Karya Gagas Proyek LRT Binjai dan Belawan Menuju Bandara