TEMPO.CO, Jakarta – Penasihat Federasi Pilot Indonesia, Daryanto, mengatakan langkah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menawarkan pensiun dini bagi karyawannya untuk mengatasi masalah keuangan dianggap tak tepat. Alih-alih pensiun dini, Daryanto mengatakan perseroan sebaiknya membuka opsi cuti di luar tanggungan.
“Sebetulnya apa bisa dengan cuti di luar tanggungan? Bisa. Jadi solusinya jangan pensiun dini. Dengan pensiun dini, Garuda mencari masalah karena harus mengeluarkan uang,” ujar Daryanto saat ditemui di kantor Garuda Indonesia di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Senin, 24 Mei 2021.
Pensiunan pilot ini mengatakan kebijakan cuti di luar tanggungan pernah dilakukan Garuda pasca-menyetop pesawatnya jenis McDonnell Douglas MD-11 pada 1998. Saat itu, Garuda mesti menampung kelebihan pilot berjumlah 120 orang di tengah kondisi perusahaan yang mengalami krisis.
Cuti di luar tanggungan ditawarkan kepada karyawan dengan skema dua tahun yang dapat diperpanjang dua kali—masing-masing dua tahun dan satu tahun perpanjang. Selama cuti, karyawan dapat bekerja di tempat lain atau menjalankan bisnis.
Opsi ini dinilai lebih menguntungkan ketimbang perusahaan harus mempensiunkan karyawannya, kendati kebijakan itu ditawarkan secara sukarela. Sebab, saat bisnis industri maskapai kembali pulih, Garuda harus mencari pilot lagi untuk mengoperasikan maskapainya.
“Kalau mau manggil pilot lagi, mereka harus ditraining lagi (setelah sekain lama tidak terbang). Traning itu tidak murah. Jika ada opsi cuti, duit buat pensiun dini ini kan bisa disimpan (untuk kebutuhan ke depan, seperti training),” ujar dia.
Apalagi, seperti prediksi lembaga penerbangan dunia IATA maupun asosiasi penerbangan lokal, INACA, industri maskapai akan kembali tumbuh pada tiga tahun mendatang. Bisnis penerbangan diperkirakan akan mencapai titik pulih 100 persen pada 2023-2024.