TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN Laksana Tri Handoko mengungkapkan hambatan utama riset di Indonesia. Hambatan pertama, kata dia, adalah riset di Indonesia didominasi oleh pemerintah.
"Kalau bicara anggaran itu 80 persen pemerintah," kata Laksana dalam Ngobrol @tempo secara virtual, Jumat, 21 Mei 2021.
Kemudian yang kedua, kata dia, masalah fundamental riset Indonesia adalah critical mass yang masih rendah, terkait dengan sumber daya manusia, infrastruktur, maupun anggaran.
"Maksudnya critical mass itu kalau ditotal banyak, tapi negara kita besar, tersebar di mana-mana, akhirnya kapasitas dan kompetensi untuk berkompetisi dari setiap grup itu jadi turun jauh," ujarnya.
Dia melihat kontribusi dari sisi swasta terhadap riset di Indonesia masih rendah. Namun, kata dia, bukan berarti swasta salah.
Hal itu karena dia menilai sektor riset merupakan sektor yang membutuhkan biaya tinggi atau high cost dan memiliki risiko tinggi atau high risk.
"Karena hasilnya belum tentu, riset hasilnya bisa gagal, dan sebagian besar riset pasti gagal," kata dia.
Untuk hal-hal yang memerlukan biaya dan risiko tinggi seperti itu, kata dia, pemerintah harus masuk. BRIN, kata dia, diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
"Jadi itu sebabnya dibentuk BRIN, karena kami diminta mengkonsolidasi sumber daya iptek dan sumber daya riset yang dimiliki pemerintah," kata Laksana.
Diskusi lengkap dapat disaksikan di kanal YouTube Tempo.co
Baca Juga: Teknologi Antariksa Indonesia, Kepala BRIN: Perlu Perbaikan Ekosistem Riset