TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tercatat telah dua kali menawarkan program pensiun dini kepada pegawainya selama pandemi Covid-19. Pensiun dini pertama ditawarkan pada Juli 2020 sebagai langkah efisiensi perusahaan akibat tekanan krisis.
Adapun tawaran pensiun dini disampaikan setelah perseroan mengambil kebijakan mempercepat masa kontrak karyawan tidak tetap. "Beberapa ratus orang sudah mengajukan pensiun dini," tutur Irfan saat ditemui Tempo di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Juli tahun lalu.
Sejak pandemi, Garuda telah kehilangan pendapatannya dari penjualan tiket penumpang. Jumlah okupansi penumpang emiten berkode GIAA itu pun melorot tajam dengan kondisi terparah pada kuartal II 2020.
Penumpang Garuda tak lebih dari 50 persen kapasitas. Jebloknya jumlah penumpang membuat keuangan perseroan goyang. Perusahaan pelat merah pun tercatat membukukan kerugian sebesar US$ 712,72 juta atau setara dengan Rp 10,34 triliun pada semester pertama 2020.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, manajemen Garuda kala itu memastikan karyawan yang diberi tawaran pensiun dini adalah mereka yang sudah berusia 45 tahun ke atas. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra saat itu memastikan perusahaan memenuhi hak-hak terhadap karyawan, seperti pesangon.