TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 16 keluarga korban kecelakaan Sriwijaya Air Flight SJ 182 menggugat The Boeing Company. Gugatan itu didaftarkan oleh Herrmann Law Group ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat pada 15 April 2021.
"Kami sudah mendaftarkan gugatan hukum ke pengadilan wilayah bagian Washington. Mudah-mudahan akan ada tambahan gugatan karena semakin banyak klien lagi," ujar pengacara utama kasus Herrmann Law Group, Mark Lindquist, di Hotel Fairmount, Jakarta, Kamis, 20 Mei 2021.
Para penggugat menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis, dan bahayanya memarkir pesawat selama beberapa bulan.
"Karena masih dalam umur pakai, maka Boeing punya kewajiban untuk memberikan instruksi yang tepat tentang peralatannya. Dalam gugatan hukum, kami menuntut Boeing karena gagal memberikan informasi yang cukup dan tepat mengenai auto throttle," kata Mark.
Menurut Mark, situasi terparkirnya ribuan pesawat selama berbulan-bulan baru terjadi karena pandemi. Padahal, kata dia, Federal Aviation Administration alias FAA telah memberikan pernyataan agar maskapai memeriksakan pesawat yang telah terparkir lebih dari tujuh hari. Adapun pesawat SJ-182 sudah terparkir selama sembilan bulan.
"Kami percaya Boeing gagal memberikan peringatan atas pesawat yang terparkir selama berbulan-bulan. Jadi itu dua hal dalam gugatan hukum," ujar dia.