TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyampaikan sejumlah poin kekhawatiran terkait UU Cipta Kerja kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Poin pertama berisi tiga kekhawatiran, salah satunya yaitu terkait banyaknya aturan turunan dari Omnibus Law ini.
"Saya sering sampaikan istilahnya adalah tsunami regulasi," kata Ketua APEKSI yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam diskusi bersama Bahlil di akun YouTube BKPM TV pada Senin, 10 Mei 2021.
Sebelumnya, UU Cipta Kerja resmi berlaku 3 November 2020. Lalu, ada 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) turunan. Proses belum selesai karena saat ini kementerian pun sedang menggodok Peraturan Menteri (Permen) masing-masing untuk aturan pelaksana.
Kepada Bahlil, Arya kemudian menyampaikan bahwa para wali kota melihat banyak hal yang tidak akan berjalan ketika Permen yang mengatur terbitnya lama. "Jadi barangnya ga ada yang bisa gerak," kata dia.
Arya mencontohkan ketentuan soal standarisasi struktur Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang jadi amanat UU Cipta Kerja. Tapi saat ini, ketentuan mengenai standarisasi ini belum jelas.
Belum lagi, kata Arya, keluar surat edara dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Edaran tersebut memuat aturan soal jabatan non-fungsional dan penghapusan jabatan struktural.
"Jadi kita lihat di lapangan, wah ini berat ini, ada Kemenpan RB, adan standarisasi," kata Arya. Untuk itu, pemerintah kota berharap kedua regulasi ini harus sejalan agar bisa diterapkan di lapangan.