TEMPO.CO, Jakarta - Finegold Resources Ltd. telah mengalihkan seluruh saham miliknya dalam PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. kepada PT Trans Airways. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PT Trans Airways Warnedy dalam suratnya ke Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, pada Jumat pekan lalu.
"Dengan jumlah keseluruhan sebesar 635.749.990 saham kepada PT Trans Airways ("Pengalihan Saham") berdasarkan dokumen sebagaimana terlampir," tulis Warnedy, dalam surat tertanggal 7 Mei 2021.
Sementara dalam laporannya ke otoritas bursa pada hari yang sama, Warnedy menyebutkan jumlah saham yang dialihkan tersebut sebanyak 635.739.990 saham atau 635,73 juta saham.
Transaksi dilakukan di harga sebesar Rp 499 per saham. Dengan demikian, total nilai transaksi yang dilaksanakan pada 6 Mei lalu itu mencapai Rp 317,23 miliar.
Dari transaksi itu, maka total kepemilikan saham Trans Airways atas GIAA bertambah menjadi sekitar 7,31 miliar saham GIAA atau setara dengan 28,26 persen dari seluruh modal ditempatkan perseroan. Sebelumnya, Trans Airways memiliki sekitar 6,68 miliar saham atau setara dengan 25,81 persen.
“Status kepemilikan saham langsung,” tulis Direktur Utama Trans Airways Warnedy dikutip dari keterbukaan informasi perseroan, Senin, 10 Mei 2021.
Trans Airways diketahui merupakan perusahaan milik konglomerat Chairul Tanjung. Awalnya Trans Airways memborong saham Garuda Indonesia atau GIAA dari tiga sekuritas yang berperan menjadi underwriter di initial public offering (IPO) yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Bahana Securities, serta PT Danareksa Sekuritas.
Pada 2012 silam, Trans Airways membeli sebanyak 10,88 persen saham GIAA dijual dengan harga Rp 620 per saham. Harga tersebut lebih rendah daripada harga jual saat IPO, yaitu Rp 750 per saham.
Adapun di lantai bursa, pada penutupan perdagangan Senin, 10 Mei 2021, saham GIAA berada di level Rp 320 per saham, atau tidak bergerak daripada perdagangan sebelumnya. Sepanjang tahun berjalan 2021, GIAA terkoreksi 20,4 persen. Sedangkan kapitalisasi pasar Garuda Indonesia di posisi Rp 8,28 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sebelumnya menyatakan maskapainya bakal memaksimalkan potensi penerbangan kargo dan mengurangi frekuensi penerbangan di tengah kebijakan pelarangan mudik 6-17 Mei 2021.
Tahun lalu, Garuda Indonesia membukukan laporan keuangan merah setelah mudik 2020 ditiadakan. Berdasarkan laporan perusahaan, maskapai yang saham mayoritasnya digenggam negara itu mengalami kerugian sebesar US$ 712,73 juta atau setara dengan Rp 10,19 triliun.
Penurunan pendapatan didorong oleh melorotnya okupansi penumpang selama kuartal II tahun itu. Pada periode Mei 2020, okupansi penumpang emiten berkode GIAA itu tinggal 10 persen. Sedangkan pergerakan penumpang hingga akhir Juli baru meningkat 2-3 persen.
Adapun per 30 Juni 2020, manajemen Garuda Indonesia menyampaikan total pendapatan usaha perseroan sebesar US$ 917,28 juta. Nilai itu anjlok 58,18 persen year on year dari sebelumnya yang mencapai US$ 2,19 miliar. Kurs Jisdor pada 30 Juni 2020 dipatok di level Rp 14.302 per dolar Amerika Serikat. Artinya, Garuda Indonesia membukukan pendapatan Rp 13,12 triliun.
BISNIS | FRANCISCA CHRISTY
Catatan koreksi:
Berita ini mengalami perubahan judul dan sebagian isi karena kesalahan dari sumber utama berita. Judul 'Chairul Tanjung Borong Saham Garuda Indonesia Rp 317,23 Miliar' diubah menjadi 'Finegold Resources Alihkan 635,73 Juta Sahamnya di Garuda ke Trans Airways' pada pukul 20.01 WIB, Rabu, 12 Mei 2021. Redaksi memohon maaf atas kekeliruan tersebut.
Baca: CT Corp Milik Chairul Tanjung Kantongi Rp 13,2 T dari Mitsui