TEMPO.CO, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex mengumumkan nilai ekspor mereka pada tahun 2020 mencapai US$ 762 juta atau naik 8,2 persen. Menurut perusahaan, kinerja ini bisa dicapai di tengah banyaknya tantangan global akibat pandemi Covid-19 sepanjang tahun lalu.
"Hal tersebut patut menjadi pertimbangan para stakeholder termasuk kami, dalam pengambilan keputusan di babak baru ini," kata Head of Corporate Communications Sritex Joy Citradewi dalam keterangan tertulis pada Kamis, 6 Mei 2021.
Babak baru yang dimaksud oleh Joy adalah putusan Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, yang mengabulkan gugatan CV Prima Karya kepada Sritex. CV ini salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex.
Pada 19 April 2021, CV Prima Karya mengajukan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh Sritex senilai Rp 5,5 miliar. 6 Mei 2021, pengadilan mengabulkan gugatan itu dan Sritex resmi berstatus PKPU sementara untuk 45 hari ke depan.
Setelah putusan tersebut, Sritex berharap seluruh stakeholders dapat terus mendukung mereka dalam kondisi yang tidak mudah ini. "Kami yakin bahwa seluruh permasalahan yang dihadapi
dapat diselesaikan dengan kerjasama yang baik," kata Joy.
Selain ekspor, Sritex sebelumnya juga sudah mengumumkan penjualan mereka yangmencapai US$ 1,2 juta sepanjang 2020. Angka ini naik 8,52 persen dibandingkan tahun 2019 yang sebesar US$ 1,1 juta.
Akan tetapi, laba bersih Sritex mengalami koreksi. Dari US$ 87,65 pada 2019, turun 2,6 persen menjadi US$ 85,32 juta.
Menurut Joy, salah satu penyebabnya karena faktor harga bahan baku yang meningkat pada kuartal IV 2020. "Serta biaya operasional yang meningkat akibat penerapan protokol kesehatan Sritex selama pandemi," kata Joy pada 2 April 2021.
BACA: Berstatus PKPU, Sritex Berharap Dukungan Stakeholder di Kondisi yang Tidak Mudah
FAJAR PEBRIANTO