TEMPO.CO, Jakarta - Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 oleh perusahaan ke buruh wajib dilakukan paling lambat Kamis besok, 6 Mei 2021, atau H-7 lebaran. Meski demikian, Ombusman melihat tetap ada kemungkinan perusahaan tidak sanggup membayar di jadwal tersebut dan harus menggelar dialog bipartit dengan buruhnya.
"Dialog itu harus berlangsung terbuka, egaliter, dan tidak ada proses tekan menekan," kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 5 Mei 2021.
Robert pun meminta Dinas Ketenagakerjaan Provinsi untuk mengawasi dialog bipartit ini. Sehingga, tidak ada upaya yang tidak diinginkan terjadi. Kesepakatan pun, kata dia, harus dituangkan dalam dokumen bersama menyangkut skema pembayaran dan batas waktu.
Sebelumnya pada 12 April 2021, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK/04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dalam SE tersebut, THR wajib dibayar penuh tujuh hari sebelum lebaran.
Kalau perusahaan tidak mampu, maka wajib dilakukan dialog bipartit. Walau ada dialog, Ida hanya memberi kelonggaran pembayaran THR sampai H-1 lebaran. Tapi, itu pun harus dibuktikan dengan adanya bukti perusahaan tidak mampu membayar THR H-7, berdasarkan laporan keuangan.
Selain itu, perusahaan pun wajib melaporkan hasil kesepakatan tersebut kepada dinas ketenagakerjaan setempat. "Paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan," demikian bunyi klausul dalam SE tersebut. Artinya kalau ada dialog bipartit, perusahaan wajib melapor ke dinas pada Kamis besok.
Baca: THR PNS Tanpa Tukin, Tito Karnavian: Harus Bersyukur, Situasi Sedang Sulit