Rachmi menjelaskan fleksibilitas ketenagakerjaan hanya akan menempatkan Indonesia sebagai pelayan investasi asing yang menyediakan buruh murah, kemudahan perpajakan dan ekstraksi sumber daya alam dalam kegiatan regional value chains.
"Tidak ada aturan yang melindungi buruh hari ini. UU Cipta Kerja hanya memberikan celah bagi pengusaha untuk berlindung dan menghindar dari kewajibannya, terutama tanggung jawabnya kepada pekerja," ujarnya.
Terlebih, potensi dampak yang dimunculkan oleh transformasi industri ke arah industri 4.0 semakin membuat pekerja semakin rentan. Hal ini karena tidak adanya regulasi ketenagakerjaan yang secara tegas mengatur aspek perlindungan pekerja dalam kegiatan ekonomi digital hari ini. UU Cipta, menurut dia, juga gagal menjawab hal ini.
“Pekerja semakin dihadapkan pada status yang tidak jelas ketika masuk dalam kegiatan ekonomi digital. Hubungan kerja yang disematkan dengan kata kemitraan membuat statusnya menjadi sangat rentan, tanpa adanya jaminan perlindungan yang dipenuhi oleh perusahaan aplikasi,” kata Rachmi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan omnibus law UU Cipta Kerja akan menyejahterakan kehidupan jutaan para buruh atau pekerja.
"Pemerintah berkeyakinan melalui UU Cipta kerja ini, jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka," ujar Jokowi pada 9 Oktober 2020 lalu.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Jokowi: Pemerintah Yakin, UU Cipta Kerja Akan Perbaiki Kehidupan Jutaan Buruh