TEMPO.CO, Jakarta - Chairman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), Oham Dunggio, angkat bicara tentang hype investasi pada aset kripto seperti Bitcoin di tengah masyarakat saat ini. Ia menilai lonjakan harga yang menggiurkan tetap harus dicermati dan investor harus paham jika seperti layaknya produk investasi lainnya memiliki risiko.
"Perlu dipahami bahwa investasi juga memiliki risiko. Sehingga masyarakat harus membaca lebih dahulu tentang aset kripto termasuk faktor untung dan rugi,” kata Oham dalam keterangan resmi, Kamis, 22 April 2021.
Salah satu faktor risiko yang dimaksud adalah kemungkinan harga Bitcoin turun dari posisi puncak. Teranyar, Bitcoin jeblok 2,8 persen dan sekarang berada di level US$ 55.946 atau sekitar Rp 812,7 jutaan (asumsi kurs Rp 14.527 per dolar AS). Sementara Ethereum turun 3 persen menjadi US$ 2.259 atau sekitar 32,8 jutaan.
Sedangkan Dogecoin kini diperdagangkan di level US$ 0,3091 di CoinMarketCapExchange. Selama setahun terakhir, harga aset kripto tersebut telah melejit hingga 8.000 persen, padahal DOGE semula ditujukan hanya sebagai lelucon satir.
Adapun pendapat Oham di atas disampaikan menanggapi terus bertambahnya jumlah investor aset digital seperti Bitcoin di Tanah Air. Hal ini sejalan dengan penyebaran aset kripto yang lebih cepat di negara berkembang, termasuk Indonesia, dibandingkan dengan negara maju.
Data ABI menunjukkan adanya peningkatan investor institusional yang mulai menggunakan aset digital sebagai alat investasi yang sah dan dapat dipercaya. Ada juga para pelaku industri yang turut mengembangkan layanan aset digital, terutama Bitcoin.
Oham menjelaskan, perkembangan aset kripto di Indonesia yang signifikan ditopang oleh regulasi yang mendukung investasi pada aset kripto. Hal ini karena aset kripto telah diklasifikasi sebagai komoditas melalui Peraturan Menteri Perdagangan nomor 99 tahun 2018.