Sebelumnya, pemerintah menetapkan kebutuhan garam industri dan konsumsi pada 2021 sebesar 4,6 juta ton. Angka ini naik 4,7 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Stok kebutuhan garam dipenuhi dari produksi petani lokal sebesar 1,59 juta ton untuk garam konsumsi dan impor sebesar 3,07 juta ton untuk keperluan industri.
Namun menurut Taufik, pada tahun lalu, pemerintah masih memiliki stok sebesar 1,3 juta ton. Sementara itu, produksi lokal garam diperkirakan akan mencapai 2,1 juta ton pada masa panen April hingga September mendatang.
“Kalau masih ada garam rakyat 2,1 juta ton dan sisa 1,3 juta ton, berarti lebih produksi 1,8 juta ton,” ujar dia. Produksi panen akan maksimal seumpama iklim dan cuaca di daerah pesisir mendukung.
“Tapi kalau kebalikan kalau ternyata selama periode April sampai September curah hujannya makin tinggi, besar kemungkinan produksi garamnya tidak mencapai target 2 juta ton dan otomatis yang tidak terserap akan lebih sedikit dari 1,8 juta ton,” kata dia.
Komisioner KPPU, Yudi Hidayat, juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terhadap adanya potensi rente dari kebijakan impor garam. Ia mengatakan praktik lancung bisa terjadi seandainya mekanisme impor tidak diikuti dengan keterbukaan soal penentuan importir.
Adapun permintaan Susi Pudjiastuti agar impor garam dikurangi bukan hanya kali ini saja. Sebelumnya, pada pertengahan Maret lalu, ia meminta dukungan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar pemerintah tidak merealisasikan impor garam berlebihan.
"Dearest Ibu Mega, please stop impor berlebihan. Garam tidak boleh lebih dari 1,7 juta ton dan beras tidak usah impor. Please Ibu, you are the one can make it happen. @jokowi @PDI_Perjuangan," cuit Susi Pudjiastuti dalam akun @susipudjiastuti, Ahad, 21 Maret 2021.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR
Baca: Harga Garam Anjlok, Susi Pudjiastuti: Karena Terlalu Banyak Impor