Pada 17 Juli 2007, tuturnya, DPR mengesahkan UU 28/2007 yang di dalamnya, yaitu pada Pasal 35A, diatur mengenai SIN Pajak. Beleid itu menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP.
Era tersebut, menurut Hadi, memberi kewajiban semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib untuk saling membuka dan menyambung sistem ke pajak yang non rahasia baik yang finansial/non finansial ke DJP. Meskipun, masih adanya beberapa hambatan terkait masih diperbolehkannya rahasia pada UU lain, seperti UU mengenai perbankan.
Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan Perpu 1/2017 yang mengatur secara khusus akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam rangka memenuhi komitmen AEOI. Perpu tersebut kemudian pada 8 Mei 2017 disahkan lembaga legislatif melalui UU 9/2017. UU ini secara legal formal menggugurkan ketentuan kerahasiaan dalam beberapa UU, antara lain UU tentang perbankan.
"Sehingga semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain, wajib untuk membuka dan terhubung ke dalam sistem perpajakan, baik data yang bersifat rahasia maupun non rahasia dan data finansial maupun non finansial," ujar Hadi.
Meskipun secara de jure SIN Pajak ini telah memiliki landasan yang kuat, namun secara de facto SIN Pajak ini belum dapat terlaksana. Sejumlah kendala membangun SIN antara lain KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi) terkait dengan data kurang berfungsi, ketentuan UU yang belum lurus terkait dengan akses DJP terhadap transaksi keuangan.
Inkonsistensi regulasi, ujar dia, menjadi salah satu penyebabnya, dalam peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam peraturan pemerintah, yang diturunkan kembali dalam peraturan menteri serta surat edaran.
Ia mengatakan aturan-aturan tersebut secara jelas membuat pengaturan yang melampaui peraturan yang di atasnya, antara lain adanya subdelegasi aturan yang tidak sesuai kaidah, pembatasan penggunaan dan pembatasan nilai. Akibatnya tujuan dan sasaran dari UU yang mengaturnya tidak dapat terlaksana dengan baik, begitu pula pemberlakuan Single Identitiy Number pajak tersebut.
Baca: 11,3 Juta Wajib Pajak Lapor SPT Tahun Ini, 80 Persen dari Target