Posisi aset asuransi jiwa per Februari 2021 mencapai Rp 554,38 triliun, aset asuransi umum dan reasuransi Rp 207,7 triliun, aset asuransi wajib Rp 136,28 triliun, dan aset BPJS Kesehatan Rp 45,18 triliun. Sedangkan dari pendapatan premi, per Februari 2021 asuransi jiwa mendapatkan Rp 34,61 triliun, asuransi umum dan reasuransi Rp 18,59 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun, dan BPJS Kesehatan Rp 22,32 triliun.
"Kalau dilihat dari portfolio investasi, untuk asuransi komersial kalau kita lihat porsinya dari total investasi Rp 554 triliun itu, sebenarnya sebagian besar ini ada di instrumen pasar modal yaitu saham, plus SBN juga karena di situ kita hitung jangka panjang, termasuk reksadana REPO. Ini kalau ditotalkan jumlahnya hampir 80 persen dari keseluruhan investasi di sektor asuransi. Ini penting kami sampaikan kenapa, artinya memang sebagian besar aset dari asuransi ini terpengaruh berdasarkan fluktuasi perkembangan harga di pasar modal," kata Ahmad.
Dengan besarnya porsi investasi di instrumen pasar modal, memang membuat industri asuransi rentan terhadap fluktuasi harga di pasar. Ia pun berharap gejolak yang terjadi di pasar modal sifatnya hanya temporer sehingga industri asuransi bisa segera pulih.
"Jadi apa yang terjadi di market seperti yang sekarang terjadi sejak tahun lalu di sektor pasar modal, harapan kita bersama tentunya ini sesuatu yang sifatnya sementara.Mudah-mudahan secara fundamental kondisi di pasar modal masih bagus. Sehingga ini akan bisa cepat recover kita dari fluktuasi di pasar modal," ujar Ahmad.
Ia menambahkan, saat ini kontribusi industri asuransi terhadap perekonomian baru mencapai 3,03 persen per Februari 2021, masih relatif rendah dibandingkan negara-negara lain yang telah mencapai dua digit. Namun, hal tersebut juga menjadi peluang untuk penetrasi pasar yang semakin besar agar semakin berkontribusi terhadap perekonomian domestik.
"Dengan angka sekitar tiga persen, artinya masih terbuka peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Kalau di negara-negara Eropa itu sudah double digit angka penetrasinya, bahkan tetangga sebelah kita Malaysia dan Singapura, angka penetrasinya sangat tinggi, jauh dari di Indonesia. Ini menggambarkan bagaimana kita berkontribusi terhadap perekonomian karena sumber penerimaan premi tadi harapannya akan dikelola oleh perusahaan asuransi, ada yang beli SBN, sukuk, atau obligasi BUMN karya untuk bantu pembangunan," kata Ahmad.
ANTARA
Baca juga: Bos Prudential Tunggu Regulasi Baru OJK Mengenai Produk Unit Link