Berdasarkan perjanjian, melarnya biaya ini sepenuhnya ditanggung konsorsium. Melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium BUMN mengantongi 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia-China. Adapun 40 persen sisanya dimiliki China Railway International Co Ltd.
Saat dimintai konfirmasi, Corporate Secretary PT KCIC Mirza Soraya membenarkan bahwa detail mengenai penambahan biaya tak terduga masih dalam proses pembahasan dan negosiasi di tingkat para pemegang saham. Menurut dia, konsultasi antara pemerintah Indonesia dan Cina terus dilakukan.
2. Penyebab Biaya Proyek Melambung
Naiknya biaya proyek dari rencana awal terjadi lantaran munculnya berbagai kebutuhan yang tidak diprediksi pada awal proyek. Mirza mengatakan dalam proses pembangunan, terjadi banyak hal yang tidak terduga di lapangan sehingga menambah beban biaya, khususnya dalam aspek pembebasan lahan dan utilitas.
Pemindahan utilitas yang dimaksud, misalnya pemindahan gardu listrik, pipa air, kabel fiber, atau jaringan lain yang merupakan utilitas umum untuk menunjang pelayanan masyarakat. "Ada proses yang cukup panjang yang harus ditempuh untuk bisa membebaskan lahan dengan utilitas itu, dan ini memakan biaya," kata dia.
3. Wijaya Karya Usul Pemerintah Kurangi Porsi Indonesia di Konsorsium
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk meminta pemerintah memangkas porsi kepemilikan saham Indonesia dalam konsorsium PT KCIC. Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menilai langkah tersebut diambil sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi beban melarnya biaya kereta cepat.
Pasalnya, bengkaknya biaya proyek sepur kilat itu ditengarai bakal mengganggu kinerja BUMN yang terlibat dalam konsorsium tersebut. "Kami sedang melakukan negosiasi dengan pihak Cina agar porsi Indonesia ini bisa lebih kecil dari 60 persen," tutur Agung. "Dengan begitu, cost overrun yang terjadi sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap apa yang sudah kita setorkan."