Musababnya berdasarkan UU Perseroan Terbatas (UU PT), kata dia, direksi harus bertanggung-jawab terhadap perbuatan penggelapan yang dilakukan oleh karyawannya. “Pihak BMS harus mengganti kerugian yang dialami oleh klien kami, sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata Juncti Pasal 29 POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,” ujar Riduan.
Riduan menjelaskan, kliennya telah mengirim surat permohonan perlindungan hukum kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan OJK. Ia mengklaim pengaduan kliennya telah memperoleh respons.
Pada September 2020, Kemenko Polhukam disebut-sebut telah mengirim surat kepada Direktur Utama BMS dengan nomor B-2965/HK.00.01/09/2020. Dalam salah satu butir suratnya, menurut Riduan, Kementerian meminta BMS tetap bertanggung-jawab.
“Untuk itu kami masih menunggu iktikad baik BMS agar mematuhi serta melaksanakan isi surat dari Kemenko Polhukam, untuk memberikan ganti-rugi atau mengembalikan dana deposito klien kami yang raib,” tutur Riduan.
Tempo telah menghubungi Direktur Utama Bank Mega Syariah Yuwono Waluyo untuk meminta konfirmasi ihwal perkara tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan, Yuwono belum memberikan responsnya.
Baca: Bos Bank Mega Jawab Soal Pengembalian Deposito Rp 56 Miliar yang Raib