TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan memperingatkan soal sanksi yang bisa menjerat usaha retail jika kedapatan mengelabui konsumen saat menggelar diskon besar-besaran seiring ditutupnya gerai sebagai imbas pandemi. Sanksi ini tertuang dalam Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nina Mora menjelaskan ketentuan mengenai obral, diskon, atau praktik pemotongan harga diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 UUPK.
Pasal 9 ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan suatu barang secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
Pasal 10 huruf d menyebutkan bahwa dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
“Pasal-pasal tersebut melarang penawaran barang yang seolah-olah barang tersebut telah mendapatkan diskon dan larangan memberikan informasi tidak benar serta menyesatkan terkait dengan diskon, undian berhadiah. Sanksi pelanggaran adalah pidana maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar,” kata Nina kepada Bisnis, Minggu, 11 April 2021.
Aksi penutupan ritel modern makin marak di tengah pandemi. Berhentinya operasional gerai-gerai ritel ini setidaknya dibarengi dengan diskon dalam besaran fantastis untuk menghabiskan stok.