TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Sarmuji, mengatakan pembentukan Kementerian Investasi akan meningkatkan minat investor masuk ke Indonesia. Imbasnya, investasi ini akan membantu pemerintah mendanai proyek-proyek yang tidak seluruhnya bisa mengandalkan kekuatan APBN.
“Jadi kita ini jangan jaim-jaim. Kita enggak jelas maunya apa. Kita enggak mau utang, kita juga enggak mau dibebani dengan pajak, lalu uangnya dari mana? Itulah problemnya,” ujar Sarmuji dalam diskusi Smart FM, Sabtu, 10 April 2021.
Perbaikan iklim investasi melalui pembentukan Kementerian Investasi diperkirakan bisa mendorong realisasi modal yang selama ini tertahan. Sarmuji berujar, sebetulnya pemerintah memiliki opsi lain untuk meningkatkan pendanaan selain mendongkrak investasi, yakni dengan memperlebar defisit.
Namun, risiko fiskal untuk meningkatkan defisit APBN sangat besar. Sebab, beban utang negara akan bertambah. Apalagi pada tahun ini, pemerintah sudah memperlebar celah defisitnya menjadi 6,09 persen lantaran pandemi Covid-19.
“Jadi alternatifnya adalah mengundang orang kaya di luar negeri untuk menanamkan modal ke Indonesia,” tutur Sarmuji. Kendati begitu, ia menyebut Kementerian Investasi bukan hanya didorong untuk menarik investasi asing, melainkan juga investasi dalam negeri.
Dilihat dari struktur realisasi investasi sepanjang tahun lalu, porsi penanaman modal asing dan dalam negeri hampir setara. Pada akhir Desember 2020, angka investasi dalam negeri mencapai 50,1 atau lebih besar dari investasi asing dari total realisasi sebesar Rp 817,2 triliun.
Pembentukan Kementerian Investasi telah disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna pada Jumat, 9 April 2021. Keputusan ini akan mengubah nomenklatur Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM menjadi Kementerian Investasi.
Selain meningkatkan minat pemodal, perubahan nomenklatur BKPM--setelah ada Kementerian Investasi--digadang-gadang bisa memperkuat koordinasi antar-kementerian dan mencegah hambatan komunikasi yang selama ini kerap terjadi. “Setidaknya kalau kedudukannya selevel, ngomongnya lebih enak. Kalau statusnya bukan menteri, ngomongnya agak ragu-ragu. Jadi ini bisa memudahkan koordinasi antar-menteri,” ujar Sarmuji.
Baca: Soal Kementerian Investasi, Fachry Ali Anggap Negara Tersenyum Lebar ke Investor