Ke depannya, ia pun berharap ada pengembangan keterampilan dan pelatihan penduduk lokal di sekitarnya untuk bisa memaksimalkan dampak sosial yang didatangkan proyek ini. Harapannya, dengan berbagai kegiatab ekonomi yang hadir, kesejahteraan masyarakat juga bisa meningkat.
"Juga karena dibangun secara environmental friendly, sustainable, harapannya memang kemudian adanya infrastruktur atau aktivitas di situ tidak mengganggu lingkungan dan secara sosial bisa diterima," kata Luky.
Belakangan, proyek tersebut menuai sorotan dari pakar PBB untuk Hak Asasi Manusia. Pasalnya, ada laporan bahwa proyek pariwisata senilai US$ 3 miliar di pulau Lombok itu telah menimbulkan perampasan tanah yang agresif, penggusuran paksa terhadap Masyarakat Adat Sasak, dan intimidasi serta ancaman terhadap pembela hak asasi manusia.
“Para petani dan nelayan terusir dari tanah yang mereka tinggali, serta rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya serta situs religi mereka mengalami perusakan karena pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) akan menjadikan Mandalika sebagai 'Bali Baru',” kata Olivier De Schutter, UN Special Rapporteur (Pelapor Khusus) untuk kemiskinan ekstrim dan hak asasi manusia dalam keterangan tertulis, Rabu, 31 Maret 2021.
Sumber terpercaya, menurut para ahli tersebut, menyatakan bahwa masyarakat setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi, serta diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa mendapatkan ganti rugi. "Terlepas dari temuan ini, ITDC belum menunjukkan itikad baik untuk membayar ganti rugi atau menyelesaikan sengketa tanah,” kata para ahli.
Luky Eko Wuryanto, mengatakan sejak awal menjunjung tinggi standar kerangka kerja dari sisi lingkungan maupun sosial sebelum memberi pembiayaan untuk proyek di Mandalika. Karena itu dia heran ada pernyataan dari pakar PBB yang menyoroti adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam proyek tersebut.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Wamen BUMN Targetkan Infrastruktur Sirkuit Mandalika Rampung Juli 2021