TEMPO.CO, Jakarta - Facebook pada Selasa, 6 April 2021, mengatakan kebocoran data yang mempengaruhi 530 juta pengguna pada September 2019 berasal dari penyalahgunaan fungsi importir kontaknya.
Facebook telah menutup lubang setelah mengidentifikasi masalah pada saat itu. Business Insider, minggu lalu, memberitakan bahwa nomor telepon dan detail lainnya dari profil pengguna Facebook beredar di database publik.
Facebook mengatakan pelaku yang meretas data tersebut telah mencuri sebelum September 2019 dengan "mengorek" profil menggunakan kerentanan di alat jaringan untuk menyinkronkan kontak.
Dikutip dari Channel News Asia, perusahaan mengatakan telah mengidentifikasi masalah pada saat itu dan telah memodifikasi alat tersebut.
"Sebagai hasil dari tindakan yang kami ambil, kami yakin bahwa masalah khusus yang memungkinkan mereka untuk menghapus data ini pada tahun 2019 sudah tidak ada lagi," kata Facebook dalam sebuah posting blog.
Baca Juga:
Pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan kebocoran data di Facebook bukan pertama kalinya terjadi, di mana platform milik Mark Zuckerberg sempat mengalami kebocoran 87 juta data pengguna pada 2018.
Adapun, Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat mendenda perusahaan tersebut sebesar US$5 miliar lantaran perusahaan dinilai lalai dalam mengelola data personal penggunanya. Bahkan, pada 2019 terdapat 267 juta data pengguna Facebook yang bocor di internet. Data itu memuat nama, ID, dan nomor ponsel.
BISNIS
Baca juga: Lebih dari 533 Juta Data Pengguna Facebook Bocor, 130.331 Akun dari Indonesia