Rincian perubahan ketentuan tersebut antara lain mengenai kriteria Pelaku Usaha Korporasi. Beleid itu menambah tenor pinjaman yang dijamin, mengurangi batas minimal pinjaman modal kerja, menambah pengaturan terkait pinjaman sindikasi dan restrukturisasi pinjaman, mengubah porsi subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang ditanggung Pemerintah, mengubah formula penghitungan IJP, serta memperpanjang batas akhir fasilitas penjaminan.
Berdasarkan penyempurnaan ketentuan tersebut, maka kriteria untuk pelaku usaha korporasi selaku terjamin, meliputi mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 (seratus) orang. Namun demikian, Menteri dapat memberikan pengecualian jumlah tenaga kerja minimal menjadi 50 orang kepada sektor tertentu yang ditetapkan dalam surat Menteri.
Selain itu, kriteria perusahaan terdampak pandemi antara lain volume penjualan maupun laba pelaku usaha mengalami penurunan, sektor industri pelaku usaha terdampak, lokasi usaha pelaku usaha termasuk wilayah yang berisiko, perputaran usaha pelaku usaha terganggu, serta kredit modal kerja sulit diakses oleh pelaku usaha.
Berikutnya, syarat pelaku usaha terjamin antara lain berbentuk badan usaha, merupakan debitur existing dan/atau debitur baru dari Penerima Jaminan, tidak termasuk dalam daftar hitam nasional, dan memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) posisi per 29 Februari 2020.
"Dengan adanya pelonggaran ketentuan pada skema penjaminan pemerintah ini diharapkan dapat membantu menjaga kondisi keuangan korporasi sekaligus turut membangkitkan sektor riil dan memberikan dampak ke aspek lainnya, seperti minimalisasi pemutusan hubungan kerja akibat pandemi," tutur Rahayu.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Bos OJK Sebut Kebutuhan Modal Kerja dari 116 Debitur Besar Menurun