“Maka ketika perusahaan sudah tidak bisa lagi pinjam bank, bencana tahap satu pun datang,” kata Dahlan.
Sejatinya selain bank, Dahlan menyebut masih ada sumber lain, yakni dana dari obligasi atau right issue di pasar modal dengan menambah jumlah saham yang dijual ke publik. Dalam menjual saham ke publik, tutur Dahlan, BUMN memiliki batasan. Perusahaan tidak boleh menjual saham ke publik lebih dari 50 persen lantaran dikhawatirkan mayoritas akan jatuh ke asing.
Tapi opsi itu tidak bisa diambil lagi karena perusahaan BUMN telah mencapai limit penjualan sahamnya ke publik. Di luar pihak ketiga, Dahlan menyebut ada sumber dana lain yang selama ini tidak dipikirkan oleh direksi dan komisaris, yaitu dana dari subkontraktor.
“Ini adalah sumber dana yang tersembunyi, yang penting. Jarang yang menyadari ini: ketika sub-kontraktor tidak kunjung dibayar, sebenarnya mereka itulah sumber dana terdepan BUMN infrastruktur," katanya.
Sementara itu jalan lain adalah menjual aset. Waskita Karya, misalnya, bisa menjual jalan tol miliknya. Bila upaya ini dilakukan, perusahaan bisa membalikkan kerugian menjadi laba. Namun, tak banyak pihak yang mau membeli jalan tol di masa sulit.
“Akhirnya kembali ke hukum dasar bisnis, yakni siapa yang efisien, dialah yang unggul. Waskita akan bisa cepat menjual asetnya kalau bisa menawarkan dengan harga menarik, tapi bagaimana bisa membuat harga menarik kalau biaya membuat jalannya saham sudah tinggi?” tutur Dahlan Iskan.
Baca: Soal Vaksin Nusantara, Dahlan Iskan: RI Bisa Menyalip Seperti Valentino Rossi