"Konsumsi daging merah masih terbatas, namun harga pembelian di dalam negeri jauh lebih tinggi dengan harga internasional," tutur Isha.
Apabila dibandingkan, kata Isha, harga daging kerbau, daging keperluan konsumen Malaysia 17 persen lebih murah ketimbang Indonesia. Sedangkan, daging industri trimming atau slice antara Malaysia dengan Indonesia selisihnya di atas 50 persen. "Perlu deregulasi kebijakan untuk pemasukan kebutuhan industri."
Padahal, Ia menambahkan, daging kerbau India untuk industri seharusnya dijaga agar tidak naik saat pandemi sehingga produksi dapat terus berjalan. Pengusaha, menurut dia, mau berinvestasi karena ada kepastian bahan baku dengan harga yang stabil serta penciptaan lapangan kerja. Dengan demikian kenaikan harga mendekati 30 persen harusnya sudah menjadi hal yang luar biasa.
"Industri memerlukan kepastian pasokan bahan baku dan juga kestabilan, kita kalah jauh dengan Negara Jiran yang menurut Kilang Pemproses Daging yang berlokasi di Taman Medan Selangor Malaysia membeli daging kerbau jenis slice dan atau trimming dengan harga sekitar Rp 41.000," tuturnya.
Ketua Bidang Kemaritiman, Pertanian, Kehutanan & Lingkungan Hidup Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Robert Muda Hartawan mengatakan, pemerintah melibatkan para pelaku usaha rumah potong hewan (RPH) segera melakukan uji empiris untuk menghitung angka konversi yang lebih tepat dari ternak ke daging, dengan melakukan proses uji penyembelihan berbagai jenis sapi maupun kerbau secara bersama-sama.