TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah mengatakan sedikitnya ada tiga tantangan yang dihadapi dalam pembangunan ekosistem industri baterai listrik.
"Pembangunan ekosistem ini sangat besar, oleh karena itu risikonya sangat besar," kata Agus dalam diskusi virtual, Kamis, 25 Maret 2021.
Dia mengatakan pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu hingga hilir, memiliki nilai investasi besar mencapai US$ 13 miliar hingga 17 miliar, dengan risiko teknologi yang tinggi dan pasar yang bergantung pada original equipment manufacturer (OEM).
Baca Juga: Peluang dan Hambatan Mobil Listrik di Indonesia, Erick Thohir: PLN On-Track
Menurutnya, teknologi baterai yang dipakai masih tergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai offtaker, sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik.
"Teknologi juga masih bergantung pemain global, Indonesia belum mempunyai pengalaman memadai, sehingga kita harus mencari partner dan itu tentu harus sesuatu perjuangan yang tersendiri," ujarnya.
Walaupun masa keemasan teknologi Li-ion battery berbasis Nikel (NMC) masih dalam 15- 20 tahun ke depan, kata Agus, perlu diantisipasi perkembangan teknologi lainnya seperti teknologi katoda LFP dan teknologi fuell cell.
Dia juga mengatakan juga harus mewaspadai bahwa teknologi NMC itu ada batas umur. Kalau umurnya habis kita harus siapkan, ada secondary wave dari pada energi ini," kata Agus.