TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi VII mempertanyakan soal pembangunan smelter PT Freeport Indonesia kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Anggota komisi VII fraksi PDIP Nasyirul Falah Amru mengatakan saat ini pembangunan smelter freeport masih 6 persen atau masih jauh dari harapan.
"Masih jauh dari ekspektasi yang kita harapkan, jauh sekali. Dan ini berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang kemarin baru kita luncurkan," kata Amru saat rapat komisi VII yang disiarkan virtual, Senin, 22 Maret 2021.
Dia memahami, bahwa pembangunan smelter terlambat karena pandemi. Namun di sisi lain, dia juga mendapat informasi akan ada pemindahan smelter ke Halmahera. Menurutnya Kalau ini dilakukan, maka akan molor sampai dua tahun.
"Akan sangat lama sekali. Kami juga ingin mempertanyakan kepada pak menteri, apakah pemindahan smelter Freeport ini dilakukan ke Halmahera atau masih bertahan ke Gresik dengan segala fasilitasnya?" ujarnya.
Fraksi partai Golkar Ridwan Hisjam menilai pembangunan smelter Freeport hanya akal-akalan, karena hasilnya tidak ada.
Dia mengatakan seharusnya saat ini pemerintah yang berpikir untuk pembangunan Freeport karena sudah memiliki saham lebih dari 51 persen.
"Jadi jangan dibebankan PT Freeport, itu jangan, sudahlah palsu-palsu. Jadi BUMN, coba bikin BUMN hilir. Saya mengusulkan cobalah pemerintah yang turun tangan melakukan pembangunan dan semua jadi anggotanya dari anak-anak perusahaan, baik perusahaan BUMN maupun swasta, dan lokasi tidak usah jauh-jauh, di Gresik Petrokimia," kata Ridwan.