Namun, dia melihat kerusakan hutan merusak kesehatan lingkungan dan manusia, serta meningkatkan emisi karbon dan mengurangi keanekaragaman hayati. "Kita harus ingat bahwa hampir sepertiga dari penyakit menular baru terkait dengan perubahan penggunaan lahan seperti penggundulan hutan," ujarnya.
Trenchard menuturkan dunia kehilangan 10 juta hektare hutan setahun, lebih dari setengah luas Sulawesi dan degradasi lahan mempengaruhi hampir 2 miliar hektare, sebuah wilayah yang lebih luas dari Amerika Selatan.
Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca, dan menyebabkan lebih dari delapan persen tumbuhan hutan dan lima persen hewan hutan berada pada risiko sangat tinggi kepunahan.
Pemerintah Indonesia merilis data terbaru yang menunjukkan bahwa laju deforestasi tahun lalu mencapai titik terendah selama lima tahun terakhir. Pada 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah merehabilitasi sekitar 400 ribu hektare hutan dan saat terjadi pandemi KLHK berencana menambah jumlah bibit yang akan ditanam pada 2021.
Menyambut upaya pemerintah, Trenchard menambahkan bahwa kemajuan tersebut benar-benar kabar baik bagi semua. Restorasi dan pengelolaan hutan yang lestari, kata dia, akan membantu mengatasi perubahan iklim dan krisis keanekaragaman hayati secara bersamaan serta menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan.
Hutan menyediakan lebih dari 86 juta sumber mata pencaharian di seluruh dunia dan mendukung penghidupan lebih banyak orang. State of Indonesia Forest (SOIFO) 2020, yang diterbitkan oleh KLHK, melaporkan bahwa lebih
dari 400 ribu orang dipekerjakan secara langsung dalam produksi hutan kayu dan non-kayu setiap tahun di Indonesia.
Kayu dari hutan yang dikelola dengan baik mendukung beragam industri, mulai dari pembuatan kertas hingga pembangunan gedung-gedung tinggi. Menurutnya, investasi dalam bentuk restorasi hutan akan membantu pemulihan ekonomi dari pandemi dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Majalah Tempo Terpilih Ikut Investigasi Hutan Hujan dari Pulitzer Center