Selain itu pengembangan produk functional apparel didukung melalui kemampuan color matching dan penyematan fungsi khusus pada serat seperti anti bakteri, anti api, atau pembuatan benang yang menunjang faktor kenyamanan seperti pengatur suhu (thermo-regulator), quick dry, anti kusut, dan sebagainya.
“Sedangkan untuk technical textile, potensi produk tekstil sebagai bahan baku material bagi sektor-sektor lain seperti bidang penerbangan, kesehatan (biomedis), otomotif, pertanian, konstruksi, dan sebagainya,” lanjutnya.
Kepala BBT Kemenperin optimis, fasilitas testbed untuk pengembangan tekstil fungsional, akan turut mendorong upaya kemandirian bahan baku tekstil nasional, karena sudah didukung oleh ekosistem industri TPT di sektor hulu.
Menurutnya, di Tanah Air sudah ada industri polimerisasi chip sebagai bahan baku benang filamen hingga industri pemintalan serat filamen dengan teknologi melt spinning.
Data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) mencatat, ada delapan perusahaan polimerisasi chip poliester, 12 perusahaan produsen benang filamen jenis poliester, empat perusahaan produsen benang filamen jenis nilon, dan empat perusahaan produsen benang viscose.
“Salah satu kendala yang dialami sektor ini adalah belum optimalnya kegiatan pengembangan produk karena faktor sumber daya manusia dan fasilitas laboratorium research and development yang belum memadai,” paparnya.
Wibowo menambahkan, dalam pengembangan fasilitas testbed untuk tekstil fungsional, BBT Kemenperin turut menggandeng berbagai pihak antara lain, asosiasi, akademisi, pelaku industri, perusahaan teknologi, pemerintah dan startup.
BACA: Kemenperin Targetkan Serapan Garam Lokal 2021 Capai 1,5 Juta Ton