TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani bercerita tentang reaksi investor saat pertama kali menanamkan modalnya di Indonesia. Mulanya, para investor tertarik melihat potensi negara yang besar.
“Tapi begitu datang ke Indonesia, it’s so mumet, pusing,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers peluncuran Batam Logistic Ecosystem yang digelar secara virtual, Kamis, 18 Maret 2021.
Sistem perizinan Indonesia yang berlapis dan data yang belum seluruhnya terintegrasi membuat pemodal acap kesulitan. Dari sisi logistik, misalnya. Lantaran sistem belum efisien, biaya logistik di Indonesia lebih tinggi 10 persen ketimbang di Singapura, yakni mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Sedangkan biaya logistik Singapura hanya 13 persen.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan kondisi tersebut mengakibatkan daya saing logistik Indonesia kalah dengan negara tetangga. Mengacu pada persoalan tersebut, pemerintah kemudian mencanangkan program ekosistem logistik nasional atau national logistic ecosystem (NLE).
NLE bermaksud menyederhanakan rantai perizinan dan menekan ongkos logistik agar Indonesia bisa menghadapi hambatan-hambatan perdagangan internasional. Selain efisiensi, NLE juga digadang-gadang akan memberi kepastian usaha bagi investor.
Melalui NLE, pemerintah mengatur adanya penghematan ongkos dan waktu pengiriman logistik dengan penyederhanaan dari empat kegiatan yang ditransformasikan secara digital.
Keempatnya adalah penebusan delivery order (DO) dan persetujuan pengeluaran petikemas (SP2) yang dilakukan secara online dengan perkiraan efisiensi Rp 402 miliar per tahun serta pemesanan truk melalui e-trucking dengan penghematan Rp 975 miliar per tahun.