TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Puthut Indroyono menilai pemerintah belum memiliki desain pengembangan industri garam nasional yang jelas. “Yang memuat strategi komprehensif dan peta jalannya,” kata Puthut seperti dikutip dari laman resmi UGM, Senin, 15 Maret 2021.
Pemerintah , kata Puthut cenderung mengambil kebijakan impor garam dengan hanya merespons kecenderungan permintaan pasar. Namun, dianggap tidak melihat juga dari sisi strategi pengembangan industri garam nasional. Baik jangka menengah, maupun panjang.
“Kebijakan impor garam cenderung bersifat reaktif jangka pendek dan tidak konstruktif,” ujarnya.
Puthut menyebut pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman sebelumnya, sehingga kebijakan impor semacam ini terus berulang. Menurutnya, setiap kali pemerintah membuka impor garam, selalu tanpa memberikan kepastian bahwa tahun depan tidak akan ada kebijakan seperti itu lagi.
Pemerintah, kata Puthut harusnya memiliki data valid terkait kebutuhan garam dan memperhatikan kesejahteraan para petani garam. Angka kebutuhan garam setiap tahun seharusnya sudah diprediksi, sehingga ada target pengurangan impor dari tahun ke tahun. Harus diikuti pula dengan target kebijakan produksi dari dalam negeri.
“Bila hal ini dilakukan beberapa tahun ke depan maka swasembada garam dapat dicapai,” katanya, dikutip dari laman resmi UGM.
Apabila hingga kini pemerintah belum memiliki desain kebijakan pengembangan garam nasional yang jelas, Puthut menilai persoalan kebijakan impor garam akan terus berulang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pemerintah telah memutuskan untuk melakukan impor garam. Keputusan tersebut telah disepakati dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.
"Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi)," kata Menteri Trenggono di Indramayu, Minggu, 14 Maret 2021.
Ia juga menyebutkan bahwa kini, pemerintah masih menunggu data kebutuhan garam. Impor garam juga akan disesuaikan dengan neraca perdagangan, sehingga kebutuhan garam dalam negeri bisa terpenuhi.
"Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor. Kita menunggu itu. Karena itu sudah masuk dalam undang-undang cipta kerja," lanjutnya.
Pada 2018 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan mengontrol impor garam industri hingga tahun 2021. Setelah itu, industri diwajibkan membeli garam hasil produksi dalam negeri.
"Setelah itu seharusnya tidak ada impor lagi karena sekarang kami sedang membangun pabrik garam industri," kata Luhut kala itu.
Puthut berpendapat bahwa kondisi pandemi covid-19 saat ini mestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi garam nasional. Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki tata niaga garam yang harusnya berpihak kepada petani garam dan industri dalam negeri.
“Jika soal data saja masih bermasalah, tidak ada kesepahaman, bagaimana memikirkan soal strategi dan pengembangan produksi garam ke depan,” kata Puthut.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pesisir sekitar 90 ribuan kilometer, berpotensi menghasilkan bahan baku garam yang cukup sehingga seharusnya tak perlu impor garam.
ANNISA FEBIOLA
Baca juga: Keran Impor Dibuka, Menperin Sebut Nilai Ekspor Industri Garam Bisa USD 37 M