TEMPO.CO, Jakarta – Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah, menjelaskan limbah batu bara fly ash dan bottom ash atau FABA yang keluar dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU tidak dibuang sembarangan. Menurut dia, limbah tersebut ditampung di lokasi pengelolaan sementara dalam waktu yang telah ditentukan.
“Sebelum ada perubahan aturan, limbah dibatasi selama 365 hari berada di tempat pengelolaan sementara,” ujar Merah saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 13 Maret 2021.
Setelah maksimal 365 hari, Merah mengatakan limbah akan dibawa ke tempat penyimpanan akhir atau penimbunan. Berdasarkan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lokasi penimbunan limbah itu harus memenuhi beberapa kategori.
Misalnya, area penimbunan harus bebas banjir. Tempat itu juga mempertimbangkan permeabilitas tanah, merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil serta tidak rawan bencana, di luar kawasan lindung, serta tidak merupakan daerah resapan air tanah terutama yang digunakan untuk air minum.
Pemerintah telah menghapus kategori FABA dari B3. FABA merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi. Aturan penghapusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibuslaw.
Merah khawatir penghapusan limbah batu bara dari kategori B3 atau limbah berbahaya akan membuat pengusaha ugal-ugalan membuang limbahnya. “Kalau (limbah batu bara) berubah jadi limbah biasa, seluruh ketentuan mengenai penyimpanan mengenai pengangkutan dan penyimpanan akhir akan jadi longgar,” ucapnya.