TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian atau Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita telah bertemu dengan perusahaan industri kimia asal Jepang, Sojitz Corporation, untuk membahas pengembangan industri methanol di Indonesia.
“Dalam pertemuan tadi, Sojitz menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan industri methanol dan ammonia di Kawasan Industri Teluk Bintuni yang akan menyerap investasi sekitar US$ 5 miliar,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Sabtu, 13 Maret 2021.
Baca Juga: Menperin: Belum Ada Negosiasi dengan Tesla, Bagaimana Bisa Dianggap Macet?
Menurut dia, kebutuhan methanol saat ini semakin meningkat. Ke depannya, ia melihat industri methanol memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya.
Pada pertemuan dengan Presiden dan CEO Sojitz Corporation Fujimoto Masayoshi, Agus menyampaikan bahwa proyek Bintuni masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga akan memperoleh kemudahan serta berbagai insentif dari Pemerintah.
“Proyek petrokimia di Teluk Bintuni akan menjadi yang terbesar dengan luas sekitar 2.000 Hektare. Kami akan membahasnya lebih lanjut pada kunjungan selanjutnya di bulan Mei mendatang,” ujarnya.
Bisnis Sojitz Corporation di Indonesia meliputi perusahaan Kaltim Methanol Industri (KMI) di Bontang, Kalimantan Timur yang merupakan satu-satunya produsen methanol di Indonesia. Perusahaan tersebut berkapasitas produksi 660.000 metrics ton per tahun. “Dengan kebutuhan methanol di dalam negeri yang mencapai sekitar dua juta ton, pembangunan pabrik methanol baru amat dibutuhkan,” tutur Agus.
Bahan baku methanol sangat dibutuhkan, antara lain dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas. Selain itu, Agus berujar methanol juga merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel. “Di tahun 2020, permintaan akan methanol juga meningkat dengan penerapan mandatory biodiesel B30.”
Guna merealisasikan proyek pembangunan pabrik methanol kedua tersebut, diperlukan dukungan penuh kedua Pemerintah dalam pengembangan industri petrokimia di Bintuni. Kawasan industri ini dikembangkan secara multiyear dengan menggunakan KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha).
Pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut ditargetkan bisa dilaksanakan pada tahun ini dan dilanjutkan pembangunan pabrik-pabrik pada 2022, sehingga tenant bisa mulai berproduksi pada 2024.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga mengundang Sojitz untuk berinvestasi pada industri soda ash sebagai hilirisasi dari ammonia, di samping sebagai pengurangan emisi CO2 pada pembakaran batubara yang akan dikembangkan oleh Sojitz. “Pemerintah akan memberikan insentif tertentu bagi industri pioner seperti soda ash,” ujar Menperin.