TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa hari terakhir, aplikasi MyHeritage yang mampu membuat foto lawas bergerak mendadak populer di tanah air. Di tengah kondisi ini, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengingatkan para penggunanya soal data pribadi mereka masing-masing.
"Concern-nya, bagaimana pengguna meminimalisir penyebaran data pribadinya ke ruang publik," kata Wahyudi yang juga anggota koalisi advokasi perlindungan data pribadi ini saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021.
Wahyudi mengatakan teknologi Deepfake yang digunakan dalam aplikasi semacam ini awalnya berkembang pada dua isu. Pertama menyebarkan disinformasi dan kedua merusak reputasi seseorang. "Sasarannya politisi dan human rights defender," kata dia.
Pada 1 Juni 2020, sebuah perusahaan bidang keamanan data bernama Trend Micro pernah menerbitkan laporan investigasi terkait Deepfake ini. Laporan itu menyebut teknologi ini bisa digunakan dalam tindakan kejahatan siber.
Menurut Wahyudi, Indonesia saat ini belum mempunyai model kebijakan khusus yang merespons isu-isu semacam ini. Tapi untuk itulah, saat ini UU Perlindungan Data Pribadi disusun. Wahyudi kini ikut membantu DPR menyusun regulasi ini.
Di satu sisi, kata dia, aturan hukum yang akan diterbitkan jangan sampai menghalangi perkembangan teknologi. Tapi di sisi lain, harus ada perhatian pada dampaknya bagi publik.