TEMPO.CO, Jakarta - Payung hukum mengenai pergantian sertifikat tanah analog ke sertifikat tanah elektronik sudah diteken Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofya Djalil, Januari lalu. Setelah hal tersebut mencuat muncul berbagai pertanyaan tentang isu tersebut seperti, kemanan data, setifikat analog yang akan ditarik, serta kesiapan wacana ini.
Menurut Sofyan Djalil, isu yang mencuat tersebut merupakan sebuah kekliruan, sebab BPN (Badan Pertahanan Nasional) tidak mengambil sertifikat yang sudah dimiliki—dalam bentuk analog— sampai dialihkan dalam bentuk elektronik. Peralihan sertifikat ini juga masih membutuhkan waktu.
Sementara itu Dwi Purnama (Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN) menjelaskan lebih mendalam mengenai wacana ini. Menurutnya pergantian surat tanah analog ke elektronik dapat dilakukan secara sukarela.
"Jadi, saat masyarakat ingin mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, baru sertifikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik," ujarnya.
Melalui kanal resmi BPN, atrbpn.go.id, Sofyan mengatakan, “Saya pastikan tidak ada penarikan sertipikat tanah di masyarakat, sertipikat lama tetap berlaku, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.” Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak percaya kepada seseorang yang mengatasnamakan Kementerian ATR/BPN jika ingin mengambil sertipikat tanah— analog.
Kontoversi peralihan sertifikat tanah elektronik ini tak hanya sampai disitu, sebab masih banyak masyarakat yang menanyakan mengenai keamanan privasi data digital.
Virgo Eresta Jaya, Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kementerian Agraria meyakini bahwa penetapan kebijakan ini aman dengan menggunakan perlindungan sistem elektronik dan dapat menghindari pemalsuan.
Baca: 10 fakta Penting Soal Sertifikat Tanah Elektronik
https://bisnis.tempo.co/read/1430357/10-fakta-penting-soal-sertifikat-tanah-elektronik
Sertifikat tanah elektronik nantinya akan ditandatangani secara elektronik pula. Sistem penandatanganan elektronik ini dilakukan dengan cara; menandatangani sertifikat, lalu operasi kriptografi melekatkan sertifikat digital dan dokumen yang akan ditandatangani dalam sebuah kode yang unik.
"Di dalam sertifikat tanah elektronik akan dijamin keutuhan data yang berarti datanya akan selalu utuh," kata Virgo. Ia memastikan keadaan ini karena penandatanganan menggunakan teknologi persandian seperti kriptografi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Sertifikat tanah elektronik sudah banyak dilakukan di beberapa negara, antara lain Jepang, Filipina, dan beberapa negara Eropa dengan berbagai pertimbangan teknis penggunaannya seperti kemanan digital dan keamanan data centre.
GERIN RIO PRANATA