TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai rencana Menteri BUMN Erick Thohir melakukan swastanisasi untuk perusahaan pelat merah berpendapatan kurang dari Rp 50 miliar bukan ide baru. Wacana ini mencuat sejak era kepemimpinan Rini Soemarno.
“Kementerian BUMN sejak Rini Soemarno sudah mengajukan keinginan yang sama, keinginan atas beberapa BUMN yang kategorinya secara finansial tidak sehat, kemudian dari sisi kebutuhan publik atas jasa mereka bisa di-take over swasta,” ujar Toto dalam diskusi virtual pada Senin, 8 Maret 2021.
Baca Juga: KPK Sebar 239 Surat Peringatan ke Pejabat Negara Soal LHKPN Tak Lengkap
Ia mengatakan keinginan untuk mempercepat divestasi saham BUMN kembali mencuat saat perusahaan milik negara berada di posisi pareto. Posisi ini menempatkan 20 BUMN terbesar berhasil menguasai 90 persen pendapatan dan lebih dari 85 persen aset dari seluruh perusahaan pelat merah.
Karena itu, divestasi saham bisa dilakukan untuk merestrukturisasi perusahaan-perusahaan yang mengalami masalah internal. Dengan demikian, Kementerian dapat lebih fokus melakukan monitoring terhadap BUMN yang lebih sehat sehingga perusahaan dapat semakin kompetitif.
“Maka spent of controll bisa dikurangi dengan memangkas BUMN yang sudah tidak dalam posisi ideal agar lebih baik,” katanya.
Menurut Toto, langkah untuk mendivestasi saham BUMN sebetulnya sudah dilakukan sejak Kementerian meminta PT Perusahaan Pengelola Aset atau PPA melakukan restrukturisasi terhadap beberapa perusahaan. Sehingga, perusahaan-perusahaan yang telah melakukan restrukturisasi bisa ditawarkan ke investor.
Namun, ia menilai rencana divestasi tetap dapat didorong dengan cara lain, seperti meningkatkan komunikasi antara eksekutif dan legislatif. Dalam prosesnya, swastanisasi ini juga mesti dilakukan dengan prinsip-prinsip tata-kelola yang baik untuk menghindari distorsi informasi.
“Ini menghindari apa pun yang menyebabkan proses divestasi malah mengalami masalah,” kata Toto.
Erick Thohir beberapa waktu lalu mengatakan kementeriannya tengah mengkaji untuk melakukan swastanisasi atas perusahaan pelat merah berpendapatan kecil. "Kami di BUMN sedang memikirkan, tapi mesti duduk juga dengan DPR dan BPK, BUMN yang revenuenya Rp 50 miliar ke bawah diswastanisasikan saja," ujar Erick, 5 Maret lalu.
Erick ingin BUMN hanya masuk di lini usaha dengan pendapatan yang besar. Ia juga menginginkan perusahaan pelat merah menjadi garda terdepan untuk bersaing dengan perusahaan asing.