Dengan potensi luas panen yang besar, produksi gabah kering giling (GKG) pada Januari–April mencapai 25,37 juta ton atau naik 26,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika dikonversi menjadi beras, potensi produksi pada periode Januari–April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton beras atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada sub round yang sama tahun lalu sebesar 11,46 juta ton.
“Potensi kenaikan masa panen raya kali ini cukup tinggi menurut perkiraan BPS. Jika pemerintah mau mengimpor 1 juta ton mau disalurkan ke mana? Usia beras ini kan hanya 6 bulan,” kata Dwi.
Dwi mengatakan impor yang berlebihan bisa merusak harga beras di pasaran karena Bulog tidak bisa menyimpan beras dalam jumlah besar terlalu lama. Di sisi lain, potensi produksi beras yang naik seharusnya diiringi dengan peningkatan serapan beras lokal oleh perusahaan pelat merah tersebut, bukan penugasan impor.
“Wacana impor beras menjelang panen raya ini sangat menyakitkan bagi petani. Hal tersebut bisa makin menjatuhkan harga di tingkat usaha tani. Kami minta dibatalkan, kalau tetap impor harap ditinjau lagi volume dan waktunya,” kata dia.
Laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat juga menunjukkan produksi beras global pada 2020/2021 bakal lebih tinggi didukung oleh naiknya produksi di Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka. Proyeksi per Februari memperlihatkan bahwa produksi beras Indonesia periode Agustus 2020-Juli 2021 bisa mencapai 35,5 juta ton atau naik dari proyeksi Januari 2021 yang berada di angka 34,9 juta ton.