TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mendorong agar bahan bakar minyak atau BBM dengan RON 90 (Pertalite) dan RON 88 (Premium) tak lagi digunakan. Hal tersebut mutlak dilakukan jika pemerintah serius menciptakan lingkungan yang bersih dari polusi.
"Kalau saya, pertalite dan premium itu juga barang busuk sebetulnya. Dalam artian bukan hasil kilang," kata Faisal Basti dalam diskusi virtual, Sabtu, 6 Maret 2021.
Kualitas pertalite, menurut dia, juga tak jauh berbeda dengan premium yang melalui proses blending. Faisal menyebutkan, di pasar minyak saat ini tidak ada lagi standar RON 88 seiring dengan perhatian dunia akan energi bersih. Hanya Indonesia yang masih menggunakan bensin RON 88 dan 90.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah segera menghapuskan BBM oktan rendah. Dengan momen pandemi Covid-19 yang mengubah hampir semua aspek kehidupan, menurut Faisal, pemerintah seharusnya bisa lebih mudah menghadirkan pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan.
"Salah satu upaya yang bisa segera dilakukan adalah menghapuskan BBM berkadar oktan rendah dan berkadar sulfur tinggi," ucapnya.
Dia mengatakan hampir semua negara telah melakukan hal tersebut. Tinggal tujuh negara saja yang masih menggunakan BBM RON88, termasuk Indonesia.
Hampir semua kendaraan yang diproduksi telah menyesuaikan spesifikasi mesinnya dengan standar minimum RON 92. Faisal juga mengatakan harga eceran bensin premium dan pertalite sudah mendekati harga bensin RON92. Dia menilai sekarang momentum emas untuk meningkatkan kualitas bensin dengan menghapuskan premium dan pertalite.
"Kuncinya berada di tangan pemerintah," kata Faisal Basri. Realisasi penggunaan bensin dengan minimum RON 92, menurutnya, bisa diwujudkan mulai tahun ini dengan tanpa subsidi.
Baca: Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Faisal Basri: Buruk Muka Cermin Dibelah