Strategi ini, menurut Bhima, cukup berhasil membuat produk impor barang konsumsi dominan di marketplace. Dengan demikian, Bhima mengimbuhkan, kehadiran platform e-commerce menyuburkan barang-barang impor.
Apalagi, impor bisa dilakukan door to door dan pemerintah dianggap tidak memiliki kebijakan konkret dalam mengendalikan masuknya produk-produk asing.
Menyitir Studi Indef, Bhima membeberkan produk buatan lokal yang saat ini diperdagangkan secara daring atau online porsinya baru sebesar 25,9 persen.
Di sisi lain, pemerintah tak bisa menampik bahwa dalam enam tahun terakhir, impor produk asing--khususnya bahan baku dan barang modal--banjir untuk kepentingan pembangunan proyek infrastruktur. Bhima mencontohkan impor besi baja pada 2019 yang nilainya mencapai US 10,3 miliar.
Meski pada 2020 impor komoditas itu turun menjadi US$ 6,8 miliar, kondisi tersebut semata diakibatkan oleh melemahnya kinerja infrastruktur karena pandemi Covid-19. “Kalau proyek jalan normal, impor besi bajanya melesat lagi. Jadi dimulai dari proyek pemerintah sendiri, ruang impor materialnya kurang dikendalikan,” tutur Bhima.